Jenderal M Jusuf dikenal sebagai panglima TNI yang sangat peduli pada kesejahteraan prajurit. Dia selalu berkeliling dari barak ke barak untuk melihat langsung kondisi anggota TNI dan keluarganya.
Jenderal M Jusuf menjabat Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima TNI tahun 1978 hingga 1983. Pada era kepemimpinannya lah prajurit TNI untuk pertama kali mendapatkan jatah makanan tambahan.
Pada saat itu, susu dan telur masih jadi makanan yang tergolong mewah di Indonesia. Belum tentu prajurit bisa makan telur sebutir sekali seminggu. Biasanya di rumah tangga prajurit, sebutir telur dikocok dan dicampur terigu sehingga cukup untuk satu keluarga.
Maka betapa bersyukurnya para prajurit saat Jenderal Jusuf memberikan susu, telur dan kacang hijau setiap pagi sebagai makanan tambahan. Perintah Panglima TNI, makanan itu harus dibagikan tepat jam 10 pagi. TNI harus cukup gizi dan mendapat asupan 4.000 kalori per hari.
Jenderal Jusuf pun berkeliling ke seluruh Indonesia meninjau satu per satu barak prajurit.
Di salah satu markas batalyon yang terletak di Bogor alangkah terkejutnya dia melihat sudah dua bulan para prajurit itu tak menerima jatah makanan ekstra. Dia tanya salah seorang prajurit yang tampak kurus dan pucat.
Jenderal M Jusuf menjabat Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima TNI tahun 1978 hingga 1983. Pada era kepemimpinannya lah prajurit TNI untuk pertama kali mendapatkan jatah makanan tambahan.
Pada saat itu, susu dan telur masih jadi makanan yang tergolong mewah di Indonesia. Belum tentu prajurit bisa makan telur sebutir sekali seminggu. Biasanya di rumah tangga prajurit, sebutir telur dikocok dan dicampur terigu sehingga cukup untuk satu keluarga.
Maka betapa bersyukurnya para prajurit saat Jenderal Jusuf memberikan susu, telur dan kacang hijau setiap pagi sebagai makanan tambahan. Perintah Panglima TNI, makanan itu harus dibagikan tepat jam 10 pagi. TNI harus cukup gizi dan mendapat asupan 4.000 kalori per hari.
Jenderal Jusuf pun berkeliling ke seluruh Indonesia meninjau satu per satu barak prajurit.
Di salah satu markas batalyon yang terletak di Bogor alangkah terkejutnya dia melihat sudah dua bulan para prajurit itu tak menerima jatah makanan ekstra. Dia tanya salah seorang prajurit yang tampak kurus dan pucat.
Hal ini dikisahkan wartawan senior Atmadji Sumarkidjo dalam buku Jenderal Jusuf, Panglima Para Prajurit terbitan Kata Hasta Pustaka tahun 2006.
"Apa kalian tidak tanya komandan hak kalian dikemanakan?"
"Siap, tidak Jenderal!" jawab prajurit itu.
Jenderal M Jusuf marah besar. Dia panggil komandan batalyon. Si komandan beralasan para prajurit tak lagi menerima makanan tambahan karena kini dimasukan ke dalam pasukan pengawalan presiden.
Mendengar hal itu sang Panglima makin marah. Apa urusannya pemindahan pasukan dengan penghentian jatah makanan. Hak itu tetap harus didapat prajurit.
"Usut itu biar mereka cepat menerima haknya dan jangan ditunda-tunda lagi. Lihat anak buahmu kurus dan pucat," kata Jenderal Jusuf sambil menunjuk barisan pasukan itu.
Komandan batalyon hanya bisa menjawab. "Siap Jenderal!"
Amarah Jenderal jusuf belum selesai. "Jangan pakai alasan macam-macam. Segera kau bagi kepada anak buahmu!"
Soal perhatian Jenderal Jusuf ini juga dikisahkan Anta, seorang purnawirawan Kopassus. Anta mengingat saat itu setiap anggota menerima susu dan telur dalam jumlah cukup banyak. Sebuah kemewahan setelah bertahun-tahun jatah uang lauk untuk prajurit TNI sangat pas-pasan.
"Terasa benar perhatiannya kalau Pak Jusuf. Rasanya setelah beliau tak ada lagi jatah jatah seperti itu," kata Anta.
Para prajurit benar-benar menghormati Jusuf karena sikapnya yang kebapakan. Bahkan saat meninjau barak Kopassus di Cijantung, Jenderal Jusuf sampai berdialog dengan ibu-ibu di tempat jemur pakaian. Tak ada jarak antara sosok nomor satu di TNI itu dengan keluarga prajurit rendahan. [ian]
"Siap, tidak Jenderal!" jawab prajurit itu.
Jenderal M Jusuf marah besar. Dia panggil komandan batalyon. Si komandan beralasan para prajurit tak lagi menerima makanan tambahan karena kini dimasukan ke dalam pasukan pengawalan presiden.
Mendengar hal itu sang Panglima makin marah. Apa urusannya pemindahan pasukan dengan penghentian jatah makanan. Hak itu tetap harus didapat prajurit.
"Usut itu biar mereka cepat menerima haknya dan jangan ditunda-tunda lagi. Lihat anak buahmu kurus dan pucat," kata Jenderal Jusuf sambil menunjuk barisan pasukan itu.
Komandan batalyon hanya bisa menjawab. "Siap Jenderal!"
Amarah Jenderal jusuf belum selesai. "Jangan pakai alasan macam-macam. Segera kau bagi kepada anak buahmu!"
Soal perhatian Jenderal Jusuf ini juga dikisahkan Anta, seorang purnawirawan Kopassus. Anta mengingat saat itu setiap anggota menerima susu dan telur dalam jumlah cukup banyak. Sebuah kemewahan setelah bertahun-tahun jatah uang lauk untuk prajurit TNI sangat pas-pasan.
"Terasa benar perhatiannya kalau Pak Jusuf. Rasanya setelah beliau tak ada lagi jatah jatah seperti itu," kata Anta.
Para prajurit benar-benar menghormati Jusuf karena sikapnya yang kebapakan. Bahkan saat meninjau barak Kopassus di Cijantung, Jenderal Jusuf sampai berdialog dengan ibu-ibu di tempat jemur pakaian. Tak ada jarak antara sosok nomor satu di TNI itu dengan keluarga prajurit rendahan. [ian]
0 Response to "Saat Jenderal Jusuf marah besar komandan tilep uang makan prajurit"
Posting Komentar